Aloha! Masih greng ya, lima hari lalu itu adalah hari pengakuan salah satu mahakarya yang tercipta di tanah Merah Putih. Tahu kan apa yang dimaksud? Yoik, batik! Setiap tahunnya, tanggal 2 Oktober diperingati sebagai hari batik nasional. Untuk mengembalikan ingatan yang mungkin nyelip di antara ruwetnya pikiran kita selama ini, hari batik nasional itu dimulai tahun 2009. Pada tahun tersebut, UNESCO dari PBB memproklamirkan batik sebagai Masterpieces of the Oral and Intangible Heritage of Humanity. Saik gak tuh? MASTERPIECE! Kudu bangga dong ya kita sebagai rakyat Indonesia yang punya batik sebagai bagian dari budaya kita. Sudah lumrah sekali kan kita lihat, bahkan mengenakan sendiri, batik dalam berbagai acara, minimal ke sekolah yang biasanya setiap hari Kamis.
Nah, para birdwatcher/birder lokal alias pengamat burung Indonesia pun gak mau ketinggalan berbangga dalam pengakuan batik oleh dunia internasional. Dicetuskanlah nama Bu Harti. Siapa sih Bu Harti? Pengamat burung terkenalkah? Oh bukan, hehe. Bu Harti atau Boe Harti itu adalah singkatan untuk BUrung di HARi baTIk. Untuk mendata Bu Harti, para pengamat burung Indonesia ya melakukan tugas yang jadi hobinyalah: pengamatan! Hohoho and I am one of them, yes, I am a birdwatcher. So, I did a birdwatching to celebrate Batik day too. Duh aku keseleg kamus bahasa Inggris nih hahahaha tolong maafkan.
Ini Bu Harti kedua ku setelah tahun 2014 lalu (waktu itu sendirian, ceritanya bisa dibaca di sini). Sedikit berbeda, tahun ini Bu Harti tidak cuma sehari, melainkan tiga hari, dan dipermudah dengan adanya aplikasi BURUNGNESIA (bisa didownload gratis di playstore loh!) untuk mencatat hasil pengamatan. Jadilah rentetan Bu Harti ini secara serempak berlangsung di Indonesia pada 2, 3, dan 4 Otober 2016. Untunglah, kali ini ku gak sendirian kayak anak ilang ngerayain Bu Harti. 2 Oktober kemarin rame-rame ngerecokin rumah Kaysan di Jakarta Timur. Diawali dengan Delila, Siska, Intan, Aulia, Lita, Elsa, Sandi, Yungyung, Farel, Adit, Ismail, Kaysan dan Ibunya (tante Shanty) kompak berbaju batik sedari pagi untuk melakukan pengamatan burung di hari batik. Pengamatan dimulai pukul 05.30 WIB di komplek perumahan Jatinegara Baru dan sekitarnya.
Oh iya, mereka itu loh yang santer terdengar sebagai JURASIK, kelompok bermain sambil belajar yang dibuat oleh Kaysan dan ibunya. Mereka bermarkas di garasi rumah Kaysan yang berlokasi di perumahan tersebut. Serunya, anak-anak JURASIK itu ternyata bukanlah anak-anak penghuni komplek, melainkan anak-anak dari perkampungan di sekitar komplek. Mereka ini terdiri dari usia yang berbeda-beda, tapi rata-rata mereka adalah murid SD, kecuali Kaysan yang homeschooling dan baru menyelesaikan Ujian Nasional tingkat SDnya. Sekolah mereka berbeda-beda, terlihat dari seragam batik sekolah yang beraneka macam di foto ini.
Apa yang membuat JURASIK ini terlihat seru bagiku? Mereka berbaur, tidak ada si kaya dan si miskin, tidak ada si anak komplek dan si anak kampung. Ini bisa jadi contoh nyata, status sosial bukan alasan untuk merasa eksklusif atau merasa minder. Toh manusia itu sama pada akhirnya, mati kemudian dikubur dalam tanah. Jadi yuk, berteman dengan siapa saja dan dari kalangan apa saja! Sing penting kudu sopan, santun, dan jujur dalam berteman :)
Selesai mereka pengamatan, aku muncul dengan celana batikku. Hehe gak mau ketinggalan dengan euphoria hari batik nasional. Aku sengaja membawa brownies panggang dan strawberry silky pudding buatanku sendiri untuk hadiah perkenalan ku dengan mereka, para anak kecil yang mau menjajal pengamatan burung. Itu sekaligus rewards bagi mereka karena rela bangun pagi di hari Minggu, padahal hari libur, cuma untuk merayakan Bu Harti. Betapa mereka anak-anak super, punya semangat untuk belajar hal-hal baru. Yeayy!
Sekitar pukul 08.30 WIB, kami memulai diskusi hasil pengamatan di markas JURASIK. Aku diberi kesempatan oleh Kaysan dan Ibunya untuk memimpin diskusi. Ku mulai dengan meminta mereka duduk berdasarkan kelompok mereka masing-masing saat pengamatan sebelumnya. Ternyata mereka terdiri dari 3 kelompok: Tim Raja-udang Meninting (Aulia CS), Tim Elang-ular Bido (Siska CS), dan Tim Cucak Kutilang (Lita CS). Setiap kelompok, ku pinjami buku saku identifikasi burung Ibu Kota punyaku dan punya Kaysan untuk bekal mereka mengenali burung-burung yang berhasil mereka amati. Tugas pertama mereka setelah memegang buku saku dan poster fieldguide karya Kaysan adalah menyebutkan 5 jenis burung yang sudah mereka lihat dan cari fotonya di buku/poster itu. Selanjutnya, ku minta mereka memperhatikan foto burung kutilang (Pycnonotus aurigaster) dan merbah cerukcuk (Pycnonotus goiavier) untuk menemukan perbedaan mereka. Ku lihat juga dari catatan hasil pengamatan mereka, ada burung kacamata biasa (Zoosterops palpebrosus). Lalu ku tanyakan pada mereka, kenapa burung itu disebut burung kacamata? Selain itu ku juga minta mereka memperhatikan foto tekukur biasa (Streptopelia chinensis) dan perkutut jawa (Geopelia striata) untuk membedakan keduanya. Hal ini karena ada di antara mereka yang sempat terdengar olehku meributkan kedua foto burung tersebut, yang satu bilang kelompoknya melihat tekukur eh yang satu lagi ngotot menunjuk foto perkutut. Mereka sempat kebingungan awalnya untuk menjawab tugas-tugasku itu. Namun, berkat kegigihan mereka dalam berusaha menebak sambil memperhatikan foto dan mendengarkan clue bantuan dariku juga Kaysan,mereka berhasil menyelesaikan tugas-tugas itu dengan baik. Mengakhiri diskusi, ku minta mereka menuliskan tugas-tugas tadi pada secarik kertas kelompok mereka. Tujuan menulis itu adalah untuk mereview diskusi dan membantu mereka dalam mengingat pengetahuan baru yang mereka dapat.
Sebelum Bu Harti ala Jurasik dan aku benar-benar berakhir, Ibunya Kaysan meminta mereka menuliskan di papan tulis mereka, semua jenis burung yang berhasil diamati. Mereka memang cuma berhasil mendapatkan 9 jenis burung umum di daerah urban, 10 jenis dengan tambahan 1 jenis yang didapat Kaysan, tetapi mereka terlihat puas. Ah senangnya melihat mereka antusias belajar, banyak keceriaan hari itu. Mereka terpaksa belajar, tanpa mereka merasa dipaksa belajar. Bu Harti pasti ikut tersenyum bareng anak-anak ini :)
Hari kedua, 3 Oktober 2016, aku tetap pengamatan Bu Harti. Di sekitar rumah saja, pinggiran Jakarta Barat. Cuma di lapangan bola dan cuma sedikit dapat burungnya, tapi aku senang berhasil membujuk satu orang yang bukan pengamat burung untuk menemaniku berbatik ria di Bu Harti. Sebut saja dia Galih, seorang guru Fisika. Senang juga melihat dia asyik memotret di antara rerumputan dan sesekali mengeluh karena sulit melihat si bondol peking (Lonchura punctulata) dan burung gereja erasia (Passer montanus) di antara rerumputan karena mereka sedang asyik makan biji rumput. Sayang, ku agak sedih karena jenis yang ku incar di lapangan bola ini tak muncul seekor pun. Burung cici padi (Cisticola juncidis) yang biasanya banyak di lapangan ini setiap ku melakukan pengamatan, kemarin kicaunya pun tak terdengar.
Kalau dipikir, mungkin hilangnya cici padi karena lapangan bola ini sudah begitu banyak yang berubah. Dulu, lapangan bola ini ada danau dan pemancingan ikan lengkap dengan rumpun bambu liar. Sekarang mereka lenyap digantikan dengan ladang, kebun sederhana milik warga sekitar. Pun sekarang lahan sudah terpotong karena adanya jalan tol JORR yang membentang dan lahannya terpakai sebagian menjadi tempat pembuangan sampah sementara (?). Entah sementara atau akhir, yang jelas gerobak-gerobak sampah selalu nongkrong di sana tiap harinya. Namun ini belum tentu benar, mungkin sepinya hasil pengamatan Bu Harti di lapangan bola ini karena faktor cuaca juga. Hari itu aku pengamatan sore dan sore itu langit mendung. Kemudian gerimis turun mengakhiri Bu Harti hari keduaku.
Hari ketiga, ku gagal Bu Harti-an. Rencana mau pengamatan burung pantai di pesisir Jakarta yang biasa menjadi spot pengamatanku terpaksa dibatalkan dengan banyak alasan tak terduga. Padahal ku sudah siap dengan batik dan binokuler. Gapapa deh, toh Bu Harti 2016 ini euphorianya benar-benar terasa, banyak orang yang merayakannya, yuhuuu! Bisa loh dikepoin di media sosial, apalagi di instagram dan facebook dengan hastag #boeharti #burungnesia #atlasburungindonesia. Bahkan tahun ini Bu Harti dilombakan loh, liat aja nih brosurnya :D
Yakin deh, dengan berbondong-bondongnya orang ikut berpesta pengamatan burung di hari batik, senyum Bu Harti merekah! Ingat pepatah betawi yang sering terpampang di spanduk-spanduk yang mejeng di jalanan? "Kampung kite, kalo bukan kite nyang jage, siape lagi?" itu bisa diplesetin dengan "Indonesia kita, kalo bukan kita yang berbangga dengannya, siapa lagi?" Batik dan burung-burung Indonesia itu cantik-cantik loooh! Gak ada negara lain yang memproduksi batik secara turun-temurun dan banyak negara lain yang gak punya jenis burung kita. Jadi, patut doooong kita berbangga dan melestarikannya. So, see ya in the next Bu Harti!
No comments:
Post a Comment